Breaking Posts

6/trending/recent

Logo

Type Here to Get Search Results !

Iklan JM bs

Krem-dan-Kuning-Simpel-Sertifikat-Penghargaan-20231117-141715-0000

 

Tetapkan korban sebagai Tersangka, TAPAK Riau Praperdilankan Polres Rokan Hulu

Screenshot-2025-02-26-22-36-49-96-99c04817c0de5652397fc8b56c3b3817
jalanmerahtv.com, PEKANBARU -Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK ) Riau mengajukan gugatan pra peradilan terhadap penyidik Polres Rokan Hulu. Pasalnya, penyidik dinilai berpihak kepada pelaku penganiayaan dan menetapkan korban sebagai tersangka.

Gugatan pra peradilan saat ini terdaftar pada Pengadilan Negeri Pasir Pangarayan dengan registet perkara Nomor : 2/Pid.Pra/2025/PN.Prp. Sidang perdana dijadwalkan digelar tanggal 11 Maret 2025.

Ketua Tim TAPAK Riau, Suroto SH, kepada wartawan, Rabu 26 Februari 2025, mengungkapkan, dugaan keperpihakan penyidik kepada pelaku penganiayaan bermula ketika Bagus, warga Desa Mahato Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh inisial SL dan IW pada tanggal 27 Oktober 2024 di rumah SL di Bandar Selamat, Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara.

Akibat penganiayaan tersebut, mata kiri Bagus lebam dan pendarahan, batang hidung dan dalam hidung luka pendarahan, kepala lebam – lebam, celana korban pun banyak bercak darah dan oleh klinik setempat Bagus dirujuk ke RSUD Arifin ahmad - Pekanbaru. 

Tim Advokat Pejuang Keadilan ( TAPAK ) Riau yang sehari setelah itu mendapat laporan dari keluarga korban, kemudian berdasarkan surat keterangan tidak mampu dari keluarga korban memberikan bantuan hukum secara gratis dengan melaporkan peristiwa penganiayaan tersebut kepada Kasat Reskrim Polres Rokan Hulu, AKP Rejoice Benedicto Manalu, S.Tr.K,. SIK dan Kanit Reskrim Polsek Tambusai Utara, Ipda Rahmat Sandra, SH MH dengan disertai photo korban dan poto pdf surat kuasa.

Hal ini dengan harapan laporan tersebut ada tindakan awal yang dilakukan, seperti melihat kondisi korban dan melakukan visum terhadap korban. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Polres dan Polsek Tambusai Utara, setelah peristiwa penganiayaan tersebut diadukan secara resmipun pada tanggal 31 Oktober 2024 di Polsek Tambusai utara terhadap korban juga tidak dilakukan visum. 

Baru pada tanggal 13 November 2024 Penyidik Polsek Tambusai Utara datang melihat korban di rumah sakit, dan itupun karena tim kuasa hukum yang bermohon – mohon dengan mengatakan mumpung korban masih bisa bicara datanglah ke rumah sakit, kwahatirnya kondisi buruk terjadi dan korban sudah tidak bisa ditanya – tanya lagi. Karena korban dalam keadaan sakit, penyidik Polsek Tambusai Utara tidak dapat memeriksa korban dan hanya melihat keadaan korban saja.

Pada tanggal 19 November 2024, kuasa hukum dari TAPAK Riau sudah mengkonfirmasi kepada Penyidik Polsek Tambusai Utara, bahwa kondisi korban sudah pulih dan bisa memberikan keterangan, akan tetapi penyidik tidak segera memeriksa korban dan baru melakukan pemeriksaan terhadap korban pada tanggal 5 Desember 2024, setelah 40 hari penganiyaan terhadap korban.

"Kami melihat seperti ada keengganan untuk memproses perkara penganiyaan klien kami dengan terlapornya SL dan IW.
Saksi – saksi sudah diperiksa, di antaranya saksi yang menjemput korban dari rumah pelaku, saksi yang tahu kondisi korban sesaat setelah dianiaya dan korban sendiri juga sudah diperiksa, akan tetapi sampai saat ini terhadap kedua pelaku inisial SL dan IW tersebut tidak ditetapkan sebagai Tersangka, ditangkap dan ditahan. Bahkan anehnya, berdasarkan surat yang diterima oleh korban diketahui terhadap pelaku penganiayaan cuma dijerat oleh Penyidik Polsek Tambusai Utara dengan pasal 352 KUHP, yakni tentang penganiayaan ringan yang tidak menyebabkan sakit dengan ancaman hukuman paling lama 3 bulan," ujar Suroto.

Penggunaan Pasal 352 KUHP terhadap pelaku tersebut, lanjut Suroto, dirasa sangat tidak adil bagi korban. "Masa penganiayaan seperti itu sampai menyebabkan mata korban cacat / tidak normal cuma dijerat dengan pasal 352 KUHP yakni penganiayaan ringan, penggunaan pasal 352 KUHP oleh Penyidik tersebut bertentangan dengan keterangan dokter Rizal yang pertama kali menangani korban yang menyebutkan kondisi korban pada saat itu luka lebam pada mata kiri dan luka pada batang hidungnya dan bertentang juga dengan surat keterangan dari RSUD Arifin ahmad yang menyebutkan pandangan mata korban double akibat tendangan. Pelaku inisial SL dan IW sendiri sudah mengaku kepada keluarga klien kami bernama Rahmat bahwa mereka telah menganiaya klien kami dan minta untuk didamaikan, karena inisial SL dan IW telah mengaku harusnya pasal 170 KUHP melakukan kekerasan secara bersama – sama dapat diterapkan kepada para Pelaku," terang Suroto.

"Kami menduga ada persekongkolan antara para pelaku dengan penyidik Polsek Tambusai Utara untuk perkara penganiayaan klien kami tidak dapat dinaikkan akan tetapi karena gelar perkara di Polda Riau atas permintaan Tapak Riau yang merekomendasikan perkara penganiayaan klien kami untuk dinaikan ke penyidikan, maka mau tidak mau Penyidik Polsek Tambusai Utara menaikan penanganan perkara klien kami menjadi penyidikan akan tetapi Penyidik Polsek Tambusai Utara tetap berpihak kepada para pelaku dengan cara mencarikan pasal yang paling ringan untuk menjerat pelaku," tambahnha.

"Di sisi lain, pada tanggal 18 Desember 2024 pelaku inisial SL juga melaporkan klien kami ke Polres Rokan Hulu dengan tuduhan melakukan kekerasan seksual dan persetubuhan anak terhadap anak SL inisial SYM usia 19 tahun. Entah bagaimana caranya laporan SL tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Polres Rokan Hulu dengan langsung melakukan penyidikan tanpa penyelidikan terlebih dahulu, dan prosesnya pun berjalan sangat cepat berbanding terbalik dengan penanganan perkara korban di Polsek Tambusai Utara. Bahkan saat ini korban sudah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polres Rokan Hulu dengan tuduhan melanggar undang – undang tentang kekerasan seksual dan undang – undang perlindungan anak," ujarnya.

"Klien kami merasa telah dikriminalisasi oleh SL dan Penyidik Polres Rokan hulu. Bagaimana bisa Klien kami yang duluan melaporkan pelaku tapi Klien kami duluan yang ditetapkan tersangka atas laporan pelaku, tuduhan bahwa korban melakukan kekerasan seksual terhadap anak SL hal tersebut tidak benar, persetubuhan yang terjadi antara Klien kami dengan anak SL di rumah SL dilakukan atas dasar suka sama suka dikarenakan keduanya ada hubungan pacaran, dan yang meminta untuk berhubungan badan tersebut adalah anak SL sendiri berinisial SAM melalui chat WhatsAap," ujarnya.

"Namun sayangnya, pada saat Klien kami dianiaya SL dan IW Handphone Klien kami dirampas oleh SL dan chatingan antara Klien kami dan SAM tersebut dihapus oleh SL, perihal penghapusan chatingan ini diakui oleh SL saat gelar perkara di Polda Riau. Kemudian bagaimana bisa jika SL pada tanggal 27 Oktober 2024 sudah mengetahui terjadi persetubuhan antara anaknya inisial SAM dengan Klien kami tapi peristiwa tersebut baru dilaporkan tanggal 18 Desember 2024, kenapa tidak saat itu SL melaporkan" ujarnya.

"Selain itu, bagaimana bisa Klien kami disangka melanggar undang – undang perlindangan anak sementara anak SL inisial SAM tersebut pada saat berhubungan badan dengan Klien kami usianya sudah 19 tahun sedangkan yang disebut sebagai anak dalam undang – undang nomor 23 tahun 2002  tentang perlindungan anak adalah yang belum berusia 18 tahun, kami kuasa hukum menduga penggunaan pasal undang – undang perlindungan anak oleh penyidik untuk menetapkan Klien kami sebagai tersangka adalah bentuk pemaksaan dan kesewenang – wenangan penyidik karena penyidik ragu jika hanya menetapkan Klien kami sebagai tersangka hanya menggunakan Undang – undang tentang kekerasan seksual," ujarnya.

"Kami Tapak Riau tidak membenarkan hubungan badan yang dilakukan oleh Klien kami dengan anak SL inisial SAM karena hal tersebut bertantangan dengan nomra agama akan tetapi kami keberatan jika proses hukum terhadap Klien kami dilakukan secara tidak benar dan sewenang – wenang. Kami dari TAPAK Riau juga sudah bersurat ke Polres Rokan Hulu meminta agar percakapan WhatsAap antara korban BC dan anak SL tersebut dibuka dan mengadukan perbuatan SL yang telah mengaku tanpa hak menghapus chat WhatsAap antara korban BC dengan anak SL yang perbuatan tersebut melanggar pasal 32 ayat ( 1 ) Jo 48 Undang – undang nomor : 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ungkapnya.

 Akan tetapi lanjut Suroto, kedua surat tersebut sama sekali tidak direspon oleh Polres Rokan Hulu, "Polres Rokan Hulu juga mengabaikan keberatan kami soal teknis pemanggilan dimana Klien kami diberikan surat panggilan berselang cuma 1 hari dengan jadwal pemeriksaan," ujarnya.***hen

IKLAN DALAM POS